Kamis, 12 Oktober 2017

ZAT ADITIF PENGEMULSI

ZAT ADITIF PENGEMULSI

  
CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC)
            Perkembangan gaya hidup masyarakat membuat produk pangan saat ini dituntut tidak hanya memenuhi kuantitas yang dibutuhkan, namun juga memenuhi kualitas yang diinginkan konsumen. Guna meningkatkan kualitas ini, berbagai zat aditif ditambahkan dalam proses produksi. Salah satu zat aditif yang lazim digunakan adalah karboksimetil selulosa, yang juga dikenal sebagai CMC (carboxymethyl cellulose. Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Deviwings, 2008).  Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali.
             Carboxymethylcellulose (CMC) adalah eter asam karboksilat turunan selulosa yang berwarna putih, tidak berbau, padat, digunakan sebagai bahan penstabil (Fennema, 1996). Carboxymethylcellulose (CMC) dibuat dari reaksi sederhana yaitu pulp kayu ditambah dengan NaOH kemudian direaksikan dengan Na monokhlor asetat atau dengan asam monoklor asetat (Tranggono, 1990). CMC biasanya digunakan sebagai bahan penstabil pada produk susu seperti yogurt. Hal ini disebabkan kemampuan CMC untuk membentuk larutan kompleks dan berguna mencegah terjadinya pemisahan whey atau sineresis dan mampu meningkatkan viskositas (Imeson, 1992).  Selain mempunyai manfaat, emulsifier seperti CMC dapt menimbulkan dampak negatif. Dalam jangka panjang jika tidak digunakan sesuai dosis yang diizinkan, pemakaian emulsifier  dapat  menyebabkan penyakit kanker atau kerusakan ginjal. CMC juga memiliki efek obat usus (pencahar).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Peningkat Volume pada Bab III, Methyl Cellulose termasuk bahan tambahan jenis BTP peningkat volume yang diizinkan digunakan dalam pangan. Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.


Karboksimetil selulosa secara luas digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas, tekstil, serta bangunan. Khusus di bidang pangan, karboksimetil selulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickener, adhesive, dan emulsifier karena dapat memperbaiki tekstur pada makanan. Contoh aplikasinya adalah pada pemrosesan selai, es krim, minuman, saus, dan sirup. Karena pemanfaatannya yang sangat luas, mudah digunakan, serta harganya yang tidak mahal, karboksimetil selulosa menjadi salah satu zat yang diminati.
Tabel 1. Fungsi Carboxymethyl Cellulose
Industri
Penggunaan
Fungsi
Pangan
Makanan beku,
Menghambat pertumbuhan kristal es
Topping makanan, Minuman sirup,
Pengental
Makanan yang dipanggang
Pengental, pemberi rasa
Makanan hewan
Pengikat air, peliat adonan
Pengikat air, pengental, pengekstrusi
  
           Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
          Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan. Penambahan Na-CMC pada sari wortel berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986).
        Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986). Belizt and Grosch (1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah, mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1986), semua zat pengental dan pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai hidrokoloid.

B.     XANTHAN GUM
   Xanthan Gum merupakan Polisakarida ekstraseluler yang disekresikan oleh mikroorganisme Xanthomonas campestris yang berasal dari kedelai, jagung atau produk tanaman lainnya. Pembuatan Xantan Gum melalui proses enzimatik yang kompleks, Xanthomonas campestris menghasilkan polisakarida pada permukaan dinding selnya selama siklus hidup normal. Di alam, bakteri ini ditemukan pada daun sayuran Brassica seperti kol/kubis. Secara komersil, xanthan gum diproduksi dari kultur murni bakteri secara aerobik, proses fermentasi.
              Struktur kimia gum xanthan mempunyai rantai utama dengan ikatan ß (1,4) D Glukosa, yang menyerupai struktur selulosa. Rantai cabang terdiri dari mannosa asetat, mannosa dan asam glukoronat (Chaplin, 2003). Gum xanthan merupakan biopolymer yang hidrofilik yang dapat larut dalam air dingin maupun air panas, tetapi tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik
          Bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan gum secara microbial (gum xanthan) terdiri dari D-glukosa, sukrosa dan beberapa bentuk karbohidrat yang dapat digunakan sebagai substrat dan tergantung dari tingkat hasil yang diinginkan. Protein dan nitrogen inorganic adalah sumber  nutrient tambahan yang sangat penting untuk efisiensi produksi gum xanthan, fosfat dan  magnesium juga dibutuhkan serta mineral. (Mc Nelly dan King dalam Whistler dan Be Miller, 1973).
Xanthan gum mungkin berasal dari berbagai produk sumber yang  sendirinya umum alergen, seperti jagung, gandum, susu, atau kedelai. Dengan demikian, orang dengan sensitivitas diketahui atau alergi terhadap produk makanan disarankan untuk menghindari makanan termasuk permen karet xanthan generik atau pertama menentukan sumber untuk xanthan gum sebelum mengkonsumsi makanan tersebut. Secara khusus, reaksi alergi mungkin dipicu pada orang sensitif pada media pertumbuhan, biasanya jagung, kedelai, atau gandum. Sebagai  contoh, gluten gandum sisa telah terdeteksi pada gusi xantan dibuat dengan menggunakan gandum. Ini mungkin memicu respons pada orang yang sangat sensitif terhadap gluten. Beberapa menganggap ini sebagai alergi terpisah untuk xanthan gum dengan gejala mirip dengan alergi gluten. Permen xanthan adalah "obat pencuci perut yang sangat efisien", menurut sebuah penelitian yang diberi makan 15g/day selama 10 hari sampai 18 sukarelawan normal. Beberapa orang bereaksi terhadap jumlah lebih sedikit permen karet xantan, dengan gejala kembung usus dan diare.
             Pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Bahan Tambahan Pangan Pengental. Pada Bab III tentang “ jenis dan batas maksimum BTP pengental” Pasal 3 , xanthan gum termasuk jenis BTP pengental yang diizinkan digunakan dalam pangan. Xanthan gum terletak pada urutan ke 16 Gom Xanthan ( Xanthan gum ( / ) E415 Xanthan Gum Emulsifiers and Stabilizers – other plant gums termasuk zat aditif yang halal menurut MUPada tahun 1969 “Food and Drug Administration” (FDA) mengizinkan untuk menggunakan gum xanthan dalam pengolahan pangan sebagai “Food Additive”. Sejak saat itu, gum xanthan diterima dengan dukungan luas oleh industri Karena sifat-sifatnya yang khas, antara lain kestabilan tekstur, daya tarik estetik dan beberapa kualitas yang diperlukan dalam pengolahan pangan (Petit dalam Glicksman, 1980)

             Fungsi xanthan gum tergantung dari preparat yang benar dari larutan. Larutan yang buruk akan menghasilkan fungsi yang tidak optimum. Ini membantu untuk mencegah pemisahan minyak dengan  menstabilkan emulsi, meskipun bukan merupakan pengemulsi. Gum xanthan juga membantu memperkuat partikel padat,seperti rempah-rempah. Penggunaan juga pada makanan dan minuman beku, gum xanthan membantu menciptakan tekstur lembut di es krim pada  umumnya. Sebagai bahan stabilizers, emulsifier, and thickeners, Xanthan Gum banyak dimanfaatkan  oleh masyarakat dalam bahan tambahan pangan maupun non pangan, diantaranya     :
a.       Bahan tambahan pada salad dressing
b.      Bahan pembuatan saus
c.       Bahan pembuatan permen karet
d.      Bahan pembuatan pasta gigi
e.       Bahan tambahan pada kosmetik
f.       Bahan tambahan pada es krim


         Salah satu sifat yang paling luar biasa xanthan gum adalah  kemampuannya untuk menghasilkan peningkatan dalam viskositas cairan  dengan menambahkan jumlah yang sangatkecil gum. Dalam kebanyakan makanan, xanthan digunakan sebesar 0,5%, dan dapat digunakan dalam konsentrasi yang lebih rendah. Viskositas larutan gum xanthan menurun  dengan tingkat pseudoplasticity yang tinggi.Gum xanthan memiliki sifat pseudoplasticity yang berarti bahwa suatu produk dapat ditarik atau direnggangkan, akibat dari pencampuran, pengadukan atau bahkan pengunyahan, sehingga  produk akan tampak menipis. Tetapi setelah gaya tarik dilepaskan,  produk  akan menebal kembali (kembali normal). Penggunaan praktis xanthan berada di salad dressing : gum xanthan  membuatnya cukup tebal saat dikemas di dalam botoluntuk menjaga  campurannya homogen, namun shear forces yang dihasilkan oleh  pengocokan dan penuangan akan menipiskan itu, sehingga dapat dengan mudah dituangkan. Ketika keluar botol, shear forces akan hilang dan mengental kembali, sehingga menempel di salad. Dalam makanan, gum xanthan yang paling sering ditemukan pada salad dressing



0 komentar:

Posting Komentar